Foto: Hendra Kusuma |
Jakarta, Narasnews.com - Otoritas Jasa Keuanga (OJK) punya lima kebijakan strategis di tahun 2019 dalam rangka menggenjot sektor keuangan nasional di tengah ketidakpastian global yang masih membayangi ekonomi nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, lima kebijakan dan inisiatif yang diarahkan juga untuk mendukung pembiayaan sektor-sektor prioritas pemerintah.
"Mendorong pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan UMKM dan masyarakat kecil, mendorong inovasi teknologi informasi industri jasa keuangan serta reformasi internal dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan," kata Wimboh di acara pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) 2019, di Ballroom Hotel Ritz Carlton, Pacific Place Jakarta Selatan, seperti dikutip dari deticom, Jumat (11/9/2019).
Lima kebijakan dan inisiatif tersebut yaitu pertama, memperbesar alternatif pembiayaan jangka menengah dan panjang bagi sektor strategis, baik pemerintah dan swasta, melalui pengembangan pembiayaan dari pasar modal.
Menurut Wimboh, OJK akan mendorong, memfasilitasi, dan memberikan insentif kepada calon emiten melalui penerbitan efek berbasis utang/syariah, Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT), Efek Beragun Aset (EBA), Dana Investasi Real Estate (DIRE), Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA), instrumen derivatif berupa Indonesia Goverment Bond Futures (IGBF), Medium-Term-Notes (MTN), dan pengembangan produk investasi berbasis syariah, di antaranya Sukuk Wakaf.
Selain itu, OJK juga mendorong realisasi program keuangan berkelanjutan dan blended finance untuk proyek-proyek ramah lingkungan dan sosial termasuk 31 proyek yang disepakati dalam forum pertemuan tahunan IMF-World Bank Oktober lalu di Bali.
Kedua, OJK mendorong lembaga jasa keuangan meningkatkan kontribusi pembiayaan kepada sektor prioritas seperti industri ekspor, substitusi impor, pariwisata maupun sektor perumahan.
OJK mendorong realisasi program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata bekerja sama dengan instansi terkait, diantaranya melalui pengembangan skema pembiayaan serta ekosistem pendukungnya, termasuk asuransi pariwisata, dukungan pendampingan kepada pelaku UMKM dan mikro di sektor pariwisata.
"Selain itu, Kami juga mendukung percepatan peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendorong ekspor," kata Wimboh.
Ketiga, OJK terus berusaha memperluas penyediaan akses keuangan bagi UMKM dan masyarakat kecil di daerah terpencil yang belum terlayani lembaga keuangan formal.
Kata Wimboh, OJK akan meningkatkan kerja sama dengan Lembaga dan instansi terkait, di antaranya dalam rangka memfasilitasi penyaluran KUR dengan target sebesar Rp 140 triliun. Khususnya dengan skema klaster bagi UMKM di sektor pariwisata dan ekspor, pendirian Bank Wakaf Mikro menjadi sekitar 100 lembaga pada akhir tahun 2019, percepatan pembentukan 100 BUMDes Center di berbagai daerah bekerja sama dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dengan tujuan optimalisasi aktivitas ekonomi masyarakat desa, termasuk juga penyaluran KPR Milenial, Bansos Non-Tunai, MEKAAR dan juga UMi.
"Lembaga jasa keuangan juga akan didorong untuk meningkatkan akses keuangan ke daerah-daerah terpencil melalui pemanfaatan teknologi, seperti perluasan Laku Pandai (branchless banking) dalam menjadi agen penyaluran kredit mikro di daerah," ujar dia.
"OJK juga akan terus mengembangkan dan mengoptimalkan peran Perusahaan Efek di daerah, serta merevitalisasi peran Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi agar dapat mendukung pencapaian target indeks inklusi keuangan sebesar 75% di tahun ini dan meningkatkan perlindungan kepada konsumen sektor jasa keuangan," tambahnya.
Keempat, OJK mendorong inovasi industri jasa keuangan dalam menghadapi dan memanfaatkan revolusi industri 4.0. Caranya dengan menyiapkan ekosistem yang memadai dan mendorong lembaga jasa keuangan melakukan digitalisasi produk dan layanan keuangannya dengan manajemen risiko yang memadai.
Selain itu, bersama dengan lembaga dan instansi terkait, OJK terus meningkatkan literasi masyarakat terhadap fintech dan memperkuat penegakan hukum bagi start-up fintech ilegal yang merugikan masyakat luas.
Kelima, OJK akan memanfaatkan teknologi dalam proses bisnis, baik dalam pengawasan perbankan berbasis teknologi, dan perizinan yang lebih cepat termasuk proses fit and proper test dari 30 hari kerja menjadi 14 hari kerja. Struktur perbankan akan terus diperkuat dengan meningkatkan skala ekonomi dan daya saing serta efisiensi perbankan melalui intensitas penggunaan teknologi informasi.
OJK juga akan mendorong pemanfaatan platform sharing untuk meningkatkan penetrasi dan efisiensi industri perbankan syariah. Transformasi industri keuangan non-bank (IKNB) akan terus dilanjutkan pada 2019 dengan peningkatan tata kelola (governance), aspek prudensial, maupun pelaksanaan market conduct di IKNB serta penyempurnaan pengawasan berbasis risiko, kebijakan terkait asset registry dan rencana bisnis lembaga keuangan non bank.
"Tentunya keseluruhan kebijakan dan inisiatif tersebut membutuhkan kolaborasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan. Untuk itu, OJK meminta seluruh pelaku sektor jasa keuangan mewujudkan kolaborasi yang efektif dalam membangun optimisme bersama guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ungkap Wimboh. (hek/eds/***)
0 Komentar